ARA, Kenapa Ada Saham Kena ARA ?

Cara BEI Menjaga Harga Saham Tetap Rasional

Dipublikasikan pada 25 Jul 2025 12:42 | Publikasi oleh SW. Razak
ARA, Kenapa Ada Saham Kena ARA ?

ARA atau Auto Reject Atas adalah mekanisme pengamanan harga yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Sistem ini menetapkan batas maksimum kenaikan harga harian sebuah saham. Jika harga menyentuh batas tersebut, sistem otomatis menolak seluruh order beli yang berada di atasnya.

Mekanisme ini berlaku otomatis. Begitu harga berada di ambang batas yang ditetapkan, tidak ada transaksi yang bisa dilakukan di atas harga itu. Order beli masih bisa masuk, tapi hanya jika berada di harga ARA atau lebih rendah. Dengan kata lain, ARA adalah sistem yang mencegah harga naik terlalu cepat dalam satu hari.

Tujuannya bukan untuk membatasi pertumbuhan nilai saham, tetapi untuk memastikan bahwa lonjakan harga yang terjadi benar-benar didukung oleh kondisi fundamental yang wajar. ARA dirancang untuk menjaga pasar tetap rasional, terutama saat terjadi lonjakan permintaan yang tidak sejalan dengan informasi publik atau kinerja perusahaan.

Kenapa ARA Diperlukan

Pasar saham terbuka terhadap semua jenis pelaku. Mulai dari investor institusional yang bertransaksi dalam jumlah besar, hingga investor ritel yang baru mulai belajar investasi. Kombinasi ini menjadikan pasar sangat dinamis—dan kadang tidak stabil.

Saham bisa naik tajam karena berbagai sebab. Terkadang karena informasi resmi dari perusahaan seperti laporan keuangan atau aksi korporasi. Tapi tak jarang, harga naik karena rumor, euforia media sosial, atau spekulasi sesaat. Dalam kondisi seperti ini, harga bisa melonjak hingga puluhan persen hanya dalam waktu beberapa menit.

Tanpa sistem seperti ARA, harga saham berisiko naik melebihi nilai wajarnya dalam waktu yang sangat singkat. Ini bisa menyesatkan investor yang baru masuk, dan menciptakan persepsi bahwa harga akan terus naik meski tak didukung data atau kinerja yang jelas.

ARA berfungsi sebagai rem. Saat pasar bergerak terlalu cepat, sistem otomatis menahan pergerakan harga. Bukan menghentikan perdagangan, tapi memberi ruang untuk menilai ulang apakah kenaikan harga memang layak, atau hanya karena arus spekulatif yang tidak berkelanjutan.

Bagaimana ARA Ditetapkan

Batas ARA tidak berlaku seragam. BEI menetapkannya berdasarkan kelompok harga saham, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Saham di bawah Rp200 per saham: batas ARA maksimum 35%
  • Saham antara Rp200–Rp5.000: batas ARA maksimum 25%
  • Saham di atas Rp5.000: batas ARA maksimum 20%

Misalnya, sebuah saham yang diperdagangkan pada harga Rp180 hanya boleh naik hingga maksimal 35% dalam sehari, atau setara dengan Rp243. Jika harga mencapai Rp243, sistem akan menolak semua order beli di atas harga tersebut. Ini berlaku baik di pasar reguler, tunai, maupun negosiasi jika ketentuan tidak disesuaikan.

BEI juga dapat menyesuaikan batas ARA secara temporer dalam kondisi pasar tertentu. Contohnya, saat pandemi COVID-19 pada 2020, BEI memperketat batas ARA untuk menjaga stabilitas pasar yang sedang tertekan.

Saat harga saham menyentuh batas ARA, sistem perdagangan di BEI langsung menolak semua order beli di atas harga tersebut. Penolakan ini tidak bersifat manual, melainkan otomatis dan tidak dapat diganggu gugat.

Investor tetap bisa melakukan jual-beli, selama transaksinya berada di bawah atau tepat di harga ARA. Sistem juga tetap mencatat aktivitas perdagangan dan tidak melakukan suspensi otomatis hanya karena ARA tercapai.

Yang perlu dicermati, ARA hanya berlaku satu arah: ke atas. Untuk pergerakan harga ke bawah, BEI memiliki mekanisme sebaliknya yang disebut Auto Reject Bawah (ARB), yang membatasi penurunan harga harian.

Studi Kasus

Dalam beberapa tahun terakhir, BEI mencatat beberapa kasus saham yang mengalami lonjakan harga ekstrem dalam waktu singkat. Saham-saham yang baru IPO, emiten kecil, atau perusahaan yang viral di media sosial kerap menjadi sasaran euforia pasar.

Misalnya, pada awal 2022, saham-saham teknologi seperti GOTO (PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk.) dan BUKA (PT Bukalapak.com Tbk.) sempat mengalami pergerakan tajam di hari-hari awal perdagangan. ARA mencegah lonjakan tersebut bergerak liar, meskipun tekanan beli sangat tinggi di pasar.

Fenomena seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di pasar AS, saham seperti GameStop (GME) pada 2021 menunjukkan pola serupa—harga melonjak karena dorongan komunitas ritel di media sosial. Bedanya, di Indonesia, sistem ARA menjadi filter awal agar lonjakan tidak terlalu tajam.

PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN)

Contoh paling relevan dari penerapan ARA terjadi pada akhir 2023 dan awal 2024, saat saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (kode: BREN) menjadi sorotan pasar.

Setelah melantai di bursa pada Oktober 2023, saham BREN secara konsisten menyentuh batas ARA selama beberapa hari berturut-turut. Harga melonjak dari harga IPO Rp780 per saham hingga lebih dari Rp3.000 dalam waktu kurang dari dua bulan. Mayoritas kenaikan terjadi secara bertahap melalui batas atas yang ditentukan oleh ARA.

BREN menjadi contoh klasik bagaimana ARA berfungsi sebagai pengatur ritme. Kenaikan harga terjadi, tetapi dalam batas yang terkendali. Investor diberi waktu untuk mencerna informasi secara bertahap. Saham tidak langsung melonjak ratusan persen dalam sehari, melainkan bertahap sesuai batas yang ditentukan.

Meski demikian, BREN juga menjadi pengingat bahwa ARA bukan penghalang mutlak. Jika minat beli terus tinggi dan didukung oleh volume yang besar, harga bisa tetap naik secara signifikan, hanya saja melalui jalur yang lebih terkontrol.

Tujuan Penting Sistem ARA

BEI tidak menerapkan ARA untuk menekan pertumbuhan saham. Sistem ini dirancang untuk memastikan bahwa harga yang terbentuk mencerminkan kekuatan pasar yang rasional. Jika sebuah saham memang layak naik 30% dalam seminggu karena kinerja atau sentimen positif, sistem tidak akan menghentikannya. Kenaikan tetap terjadi, tapi dengan ritme yang sehat.

Di sisi lain, ARA juga mencegah terjadinya “pump and dump”—strategi manipulatif di mana pelaku pasar sengaja mendorong harga naik untuk kemudian menjual di puncak dan meninggalkan investor ritel dengan harga tinggi.

Bagi investor, penting untuk memahami cara kerja ARA sebelum mengambil keputusan beli, terutama saat harga saham sedang naik cepat. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Waspadai saham yang sering menyentuh ARA tanpa informasi resmi dari emiten.
  • Periksa volume transaksi. Kenaikan yang didorong oleh volume besar cenderung lebih stabil.
  • Gunakan informasi publik seperti laporan keuangan atau keterbukaan informasi untuk menilai apakah kenaikan harga memang sepadan.

Investor pemula juga perlu tahu bahwa ARA bukan jaminan harga akan terus naik keesokan harinya. Setelah menyentuh ARA, harga bisa tetap stagnan atau bahkan turun, tergantung kondisi pasar.

Penulis

Avatar

SW. Razak

Praktisi pasar modal dan forex dengan latar belakang kuat di analisis data selama 15 tahun. Mengembangkan dan mengeksekusi strategi investasi serta trading berbasis data, membangun model kuantitatif, melakukan backtesting, optimasi risiko, dan evaluasi performa portofolio secara disiplin.

Disclaimer

Konten ini disusun untuk knowladge. Setiap analisis atau opini yang disampaikan merupakan pandangan pribadi penulis berdasarkan referensi yang tersaji secara publik. Dapat di jadikan sebagai opini kedua sebelum memutuskan mengambil keputusan investasi. Namun tidak ada jaminan atas keakuratan atau hasil yang ditimbulkan. Anda tetap perlu melakukan riset independen sebelum mengambil keputusan investasi.

Insight Terbaru

Fokus Terbaru